Halaman

Sabtu, 02 Maret 2013

Kasih Allah Yang Sempurna | I Yohanes 4:7-9


Kita diciptakan untuk menjadi anggota keluarga Allah dan sebagai penerima kasihNya yang sempurna. Melalui pengorbanan AnakNya Yesus Kristus, Ia telah menunjukkan betapa besar kasihNya kepada kita.
Saat kita menerima Kristus sebagai Juruselamat kita, kita menjadi anak-anakNya dan mengalami kasihNya yang tiada bersyarat. Kualitas dan kuantitas kasih Allah tetap. KasihNya tidak dapat berakhir atau bahkan binasa. Tidak ada satupun keadaan yang dapat membuat Tuhan berhenti mengasihi kita.
Kita melihat kebenaran itu ditunjukkan dalam kehidupan 3 orang dalam Perjanjian Baru:
1. Ingatlah prajurit Romawi yang meminta Yesus untuk menyembuhkan hambanya. Apakah permintaan prajurit itu diabaikan oleh karena ia tidak termasuk umat pilihan Allah – bangsa Yahudi? Tidak. Oleh karena Tuhan melihat iman sejati orang ini, maka Tuhan mengabulkan permintaannya oleh karena kasihNya kepadanya (Lukas 7:2-3, 9-10).
2. Yesus memberikan pengampunanNya yang penuh kasih kepada pencuri yang disalibkan yang mengakui kesalahannya dan menunjukkan imannya kepada Kristus (Lukas 23:40-43).
3. Sebelum pertobatannya, rasul Paulus yakin bahwa Yesus bukanlah Mesias yang dijanjikan dan para pengikutNya harus dihentikan. Untuk mewujudkannya, ia menganiaya orang Kristen Yahudi dan mengancam akan membunuh jemaat yang ada. Kasih Allah bahkan tidak melewatkan orang yang telah menentang anak-anakNya dengan kejam. Dalam perjalanan ke Damaskus, Tuhan menampakkan diri kepadanya dengan menawarkan keselamatan dan memberikan kepadanya suatu tugas besar untuk dilakukan, menginjili bangsa-bangsa non Yahudi (Kisah Rasul 9:15).
Pikiran manusia tidak dapat sepenuhnya memahami kasih Allah. Di dalam Kristus, pencuri, penganiaya dan mereka yang tampaknya adalah orang luar juga sama-sama dikasihi.
-Sentuhan Hati-
1 Yohanes 4:7-9
4:7 Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.
4:8 Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.
4:9 Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.

Kamis, 28 Februari 2013

Tetap Setia Dalam Segala Hal

Lukas 16:10 "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.
Mazmur 18:25-28: Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit. Karena Engkaulah yang menyelamatkan bangsa yang tertindas, tetapi orang yang memandang dengan congkak Kaurendahkan. Karena Engkaulah yang membuat pelitaku bercahaya; TUHAN, Allahku, menyinari kegelapanku.
Tetap setia merupakan tuntutan dan kewajiban setiap orang. Tetap setia berarti setia memegang janji, setia terhadap apa yang dikatakan, dan setia dalam tangung jawab dan peri laku yang baik. Meskipun tuntutan ini berat tetapi harus dilakukan, meskipun sudah menjadi sifat dasar manusia untuk selalu ingin bebas, memiliki kebebasan menentukan pilihan, kebebasan yang sering justru menjurus kepada ketidaksetiaan.
Adam dan Hawa diciptakan untuk memiliki hubungan yang akrab dengan Allah. Dalam hubungan yang seperti ini mereka hidup dalam suasana yang damai, penuh kebahagiaan dan berkecukupan. Semua begitu indah, sampai suatu saat mereka tergoda untuk keluar dari kesetiaan mereka kepada Allah. Mereka tergoda untuk tidak setia terhadap janji dan larangan Allah, dan ingin memiliki sesuatu yang lebih dari apa yang disediakan bagi mereka. Akibatnya mereka terjerumus dalam ketidaksetiaan, dalam kebohongan dan saling melempar tanggung jawab.
Ketika Tuhan datang mencari mereka sesudah terjatuh dalam ketidaksetiaan, mereka bersembunyi, dan ketika Tuhan menemukan mereka dan bertanya mengapa mereka bersembunyi, mereka malu atas situasi mereka yang telanjang. Ketika Tuhan bertanya mengapa mereka makan buah larangan itu, mereka saling menuduh dan melempar tanggung jawab.
Itulah kebiasaan manusia, sulit untuk setia, sulit untuk mengaku ketidaksetiaannya dan menerima tanggung jawab.
Dalam Injil Lukas 16:1-8, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan sebagai contoh lain ketidaksetiaan seorang manajer kepada tuannya yang mempercayakan bisnis kepadanya. Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul. Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.
Ya, seringkali untuk menutupi ketidaksetiaan kita kepada orang lain, kepada Tuhan, kepada isteri, kepada orang tua, kita berbohong. Dari satu kebohongan kita teruskan dengan kebohongan berikutnya, sampai suatu saat kita hidup penuh dengan kebohongan-kebohongan.
Dalam Mazmur 18:25-28, Daud yang adalah seorang raja besar mengungkapkan pengakuannya akan pentingnya kesetiaan kepada Tuhan yang akan berdampak pada berkat-berkat Tuhan dalam kehidupannya.
Menurut Daud, terhadap orang yang setia Tuhan akan berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Tuhan juga akan berlaku tidak bercela, terhadap orang yang suci Tuhan berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Tuhan akan berlaku belat-belit.
Tuhan menyelamatkan bangsa yang tertindas, tetapi orang yang memandang dengan congkak direndahkanNya.
Daud memuliakan Tuhan, karena Dialah yang membuat pelitanya (hidupnya) bercahaya, Tuhan menyinari hidupnya dengan penuh kesuksesan dan menolongnya dari musuh-musuhnya.
Kesetiaan adalah kunci suatu persahabatan, suatu hubungan yang harmonis. Ketika salah satu pihak menjadi tidak setia, maka tidak ada alasan untuk meminta pihak lain tetap setia. Begitu juga dengan Tuhan, ketika kita tidak setia kepadaNya, maka tak ada alasan, tak ada tanggung jawab Tuhan untuk menolong kita. Tanpa kesetiaan, kita tidak terhitung dalam kasih dan anugerah Tuhan.
Tuhan Yesus, melalui perumpamaan bendahara yang tak jujur ini, meminta kita untuk selalu menjaga kesetiaan kita, baik dalam hal-hal yang kecil maupun besar. Ketika kita setia, maka Tuhan akan tetap setia melindungi kita, tetap setia menolong kita dan tetap setia mencurahkan berkatnya dalam kehidupan kita. Tuhan menolong anda.